Senin, 17 Februari 2014

Love is Honesty



You tell me things I've never known

I've shown you love you've never shown

But then again, when you cry I'm always at your side

You tell me 'bout the love you've had I listen very eagerly

But deep inside you'll never see This feeling of emptiness

It makes me feel sad But then again I'm glad





Sebait lirik lagu MYMP yang sampai hari ini membuat ku selalu tersenyum jika mendengarnya. Aku pernah lupa dengan sosok teman yang empat tahun lalu sama-sama menyemangati untuk sebuah kelulusan. Pembawaannya yang pendiam sangat kontras jika harus bersanding denganku yang sangat urakan. Memang aku juga tak pernah berpikir bisa dekat dengannya. Namun, aku senang Tuhan menakdirkan sebagai wanita yang juga pernah disukainya. Walau sebentar.

Yesterday, mungkin terlalu terburu-buru bagiku menerima Ryan. Aku sangat terobsesi mempunyai pasangan. Padahal aku tak pernah sadar bahwa lelaki yang duduk di baris pertama adalah orang yang selalu memperhatikanku. Aku tak pernah sadar tanda-tanda. Aku terlalu asik menggandrungi banyak lelaki. Yah, maklum masih ababil.

Malam ini aku ingin bernostalgia dengan kenangannya. Bukan untuk menyesali tetapi mensyukuri pernah berada di sampingnya.

“May, ini handphone sama dompet gue. Lo gak olahraga kan? Gue titip” seru Banny.

Aku tak pernah berani membuka isi dompet ataupun handphonenya. Namun, aku sangat senang telah diberikan kepercayaan untuk memegang barang berharganya setiap minggu. Aku yang kebetulan sangat malas untuk berolahraga dan acapkali menjadi tempat penitipan barang olehnya. Biarpun demikian aku tetap senang.

Rasa penasaran untuk sesekali membuka isi inbox di handphonenya kadang muncul, tetapi tidak! Aku bukanlah siapa-siapanya. Aku hanya teman dekatnya. Biar saja dia berhubungan dengan perempuan banyak di luar sana, aku tak boleh cemburu. Memang siapa aku? Aku tak rupawan dan bukan seorang wanita jutawan.

Aku tak pernah menyangka bisa menyukainya. Tak pernah bermimpi untuk memiliki. Karena kupikir itu hanya ilusi. Seorang Banny yang banyak digandrungi wanita-wanita tak mungkin menyukai wanita sepertiku.

“Eh May, lu udah nonton laskar pelangi?” tanya Vita.

“Mmm.. belum kenapa vit?” jawabku.

“Nonton yuk ntar lu gue bayarin, tapi ajak Banny” tukasnya.

“Iya nanti deh dibilangin Bannynya.

Itu baru satu wanita.

“May, lu temen deketnya Banny ya?”tanya Anita.

“Hehe, iya nit. Kenapa dah?”

“Salamin ya dari Anita. Hehe”

Berbondong-bondong semua menjadikanku sebagai kurir tentang Banny. Aku, tidak mungkin bisa mengelak semua wanita itu lebih baik dari ku. Siapa aku? Wanita urakan. Titik.

“Ban, tadi disalamin sama anita, terus si vita ngajakin gue nonton laskar pelangi. Katanya suruh ajak lu. Mau gak ban?”

“Haha..apaan sih nggak ah.”jawabnya.

“Yaudah,” selalu saja datar dengan pembawaannya. Tidak bertanya balik dan juga tidak sombong atas ketampanan yang dia miliki. Dia lah Banny ku, teman baikku sekaligus orang yang sampai hari ini kurindukan. Jejaknya sudah menghilang kini. Mungkin dia sudah bersama dengan perempuan beruntung di luar sana.

Banny tak pernah bosan mendengarkan ceritaku yang aneh-aneh, tak pernah mengeluh menjemputku di gardu setiap ingin kerja kelompok. Dan, Banny adalah orang yang selalu bersamaku. Ke kantin, ke rumah Zahra, jalan-jalan ke setu babakan. Namun, sekali lagi aku tak pernah bermimpi untuk bisa menjadi seseorang yang disukainya. Hingga aku selalu menunjukkan ketertarikanku pada laki-laki di luar sana, hanya untuk menunjukkan pada Banny bahwa aku menutupi rasa besarku kepadanya. Bagaimana mungkin aku tidak tertarik dengannya. Orang yang selalu ada selagi aku menangis.

“Ban, Ruri ban ruri. Aduh bau surga ban kalo dia lewat. Hahaha”

“Lebay banget, haha” tukas Banny.

“Ah, kok lebay Ban. Suwer deh lu gak liat apa dia tuh gak tampan tapi tuh alim banget Ban. Haha.” Seru ku berulang.

“Iya, terserah lu ajah.”singkat Banny.

Aku memang sangat ababil. Kadang bisa menjadi wanita penyuka pria alim. Hingga aku sangat menyesali terakhir kali aku bisa berduaan dengannya. Dengan semua kebaikannya.

***

“Lo besok study tour duduk sama siapa?” tanya Banny.

“Nggak tau Bun, Zahra sama Wildan kan.” Jawabku.

“Yaudah sama gue ajah ya,” tanya Banny lagi.

“ok” jawabku.

Memang pada saat itu, aku sangat menunjukkan bahwa aku sangat tertarik pada Rury. Namun, sungguh aku tahu itupun tidak mungkin. Banny pun mungkin tahu itu. Itu hanya kelabilan sesaat. Aku sangat tertarik padanya. Tak berdaya untuk berucap apapun.

“Mana makanan-makanan lu May disatuin ajah sama punya gue jadi nggak berantakan,” suruh Banny.

Banny memang sangat rapih, sangat berbeda denganku urakan!

Di Bus kita tak saling berbicara apapun, karena aku yang sudah mulai mengantuk di perjalanan lantaran mengantuk. Aku sadar aku yang saat itu tidur di pundaknya mungkin terlihat lancang. Namun, aku yakin Banny tak masalah karena kita hanya sahabatan. Tidak lebih.

Entah apa yang ada di benakku saat itu, aku merasakan Banny sangat perhatian. Di kampong naga yang memiliki tangga panjang dan sangat licin karena cuaca saat itu hujan, dia memegang tanganku erat untuk menapaki tangga. Tapi tetap saja dalam benakku bahwa itu hanya ilusi, kami hanya sahabatan. Tidak lebih!

“Ban, aduh ban punggung gue sakit banget ban,” rengek ku.

Banny langsung memijat punggungku. Karena melihat keluhanku yang kesakitan. Ya. Dia Bannyku, Banny yang selalu saja ada di saat aku kesusahan. Dia sahabatku. Hanya sahabat.

***

Hingga suatu saat aku menerima tawaran menjadi pacar Ryan. Siapa dia? Lelaki yang terlihat elok tetapi dia bukan laki-laki yang mampu mengertiku. Dia hanya terlihat elok dan aku sudah mentah-mentah membohongi Ryan atas kepiawaianku menjadi wanita feminim di depannya. Aku yang memakai topeng pada saat itu mampu menaklukan pria tampan seperti Ryan. Hingga pada suatu hari Ryan tahu bahwa aku adalah wanita yang benar urakan. Ryan meninggalkanku begitu saja.

Lantas kemana Banny? Dia menghilang ditelan bumi. Mungkin dia mencari cinta di luar sana. Aku kesepian. Hingga suatu saat aku dengar sebuah kabar dari temanku Al-aina.

“Cie Maya..”

“Kenapa Al?”

“Cie Banny.”

“Banny? Kenapa dengan Banny?”

“waktu itu gue bikin akun question gitu tapi pake anonym, cuma iseng doang sih, eh gue kirim pertanyaan ke Banny, siapa wanita yang kamu suka, eh dia tulis Maya. Cie..”

“Hah? Kapan itu kejadiannya Al?” tanyaku.

“Udah lama waktu kita SMA. Kan gue cie cie in tuh ke Banny. Eh, dia cuma bilang “sssttt..diem lu al,” jelas Al aina.

Sontak aku terkaget-kaget. Kenapa Ban? Kenapa dia tidak jujur? Kenapa hingga selama ini aku dengan kesendirianku terseok-seok. Semua hanya karena kesendirian. Namun, aku tahu bahwa rasa itu hanya rasa labil. Mungkin Banny labil, dia tidak mungkin menyukai wanita macamku. Tidak mungkin!

Rasanya hatiku seperti tersambar petir. Begitu jahatnya Banny menyimpan rasanya selama ini, hingga menjadikanku sebagai seorang pembohong ulung. Aku membohongi rasaku sendiri. Aku ikut memendam rasaku sendiri. Semua demi tetap terus dekat dengan Banny. Dan kini, mungkin Banny sudah bahagia dengan wanita lain di luar sana. Itulah sebab kenapa aku sekarang ingin selalu jujur dengan perasaanku dengan siapapun. Karena dahulu pernah ada Banny yang selalu memendam segalanya dan menahan rasaku. Hingga kini aku kembali sendiri dan tetap sendiri dalam kemayaanku. Salam rinduku untukmu Banny. Maya



Aku yang paling kau cinta, aku yang paling kau mau

Rahasiakan aku sedalam-dalamnya cintamu.



(Afgan_Sabar)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar