Jumat, 26 Juli 2013

Cerbung: Sejuta Cerita Nebeng (Part 2)

Berbagi keluh, menciptakan solusi
            Salah satu teman kampus yang sering sekali bertingkah aneh-aneh ini juga sahabatku. Ujang namanya. Dia memang gak pernah serius jika berperilaku. Jangan pernah heran denganku jika hari ini kaum adam banyak sekali di sekelilingku. Ya memang teman-temanku hanya jenis itu melulu. Dan sangat mengasyikkan mendengar mereka bertingkah laku sebebas-bebasnya tanpa memandang image. Semester 3 ini, Ujanglah yang menemaniku di kampus.
            Berteman dengannya enak, tak tanggung tanggung Ujang sering sekali meminjamkan bajunya untuk menyingsingkan airmata beserta lendirnya yang meleleh dari hidung lantaran aku curhat sesegukkan karena baru saja putus harapan dengan seorang pria teman sekelasku. Kita memang beda kelas, tetapi Ujang menjadi akrab denganku karena topik pembicaraan soal music kita sama.
            Ujang juga sangat care denganku saat aku sedang kesusahan. Misalnya, belum makan karena kehabisan uang, atau gak punya uang untuk ngeprint tugas banyak. Huahaha Ujang is my best friend. Seketika Ujang punya kekasih, tetapi tak menampakkannya terlihat bahagia. Kekasihnya cenderung cuek, dan Ujang mengalami keganjilan dengan perilaku kekasihnya itu. Kita sering becanda, apalagi sesekali suka bertingkah mesra di jejaring sosial.  Aku jelas terlihat salah, tetapi sungguh itu hanya becanda.
Sms:
            Neneng, baca wall-wall an kita, dia mutusin gue (Ujang)
            Oh Tuhan. Benar-benar salah praduga kita berdua. Maksudnya, ingin menarik perhatian kembali si Neneng agar lebih peduli dengan Ujang. Eh, ini malah terbalik. Neneng memutuskan cinta Ujang begitu saja. Jadilah Ujang si manusia galau.
Pulang kuliah Ujang tetap memberikan tebengan tetapi tampak lusuh dan berkabung.  Aku selalu mencoba menghibur dia tetapi nampaknya itu tidak berhasil. Ujang sering kesepian dan kadang malam hari dia menelponku untuk curhat dan sebagainya. Aku, yang ingin membalas budi baik Ujang selalu dengan senang hati mendengarkan. Hingga suatu saat, aku berpikir untuk menjodohkan Ujang dengan teman perempuanku.
Ya, aku menjodohkan mereka karena ku tahu teman perempuanku sebut saja Nur, juga sedang dilanda kelabu. Walaupun membutuhkan waktu 2,5 tahun lamanya menaklukkan Nur, akhirnya dengan terus bersemangat Ujang bisa mendapatkannya juga. Aku berharap Ujang bisa membahagiakan Nur. Karena, Nur adalah sahabatku juga seperti Ujang. Walaupun sekarang Ujang sudah jarang memberikan tebengan denganku bahkan Ujang juga sudah memiliki titik fokusnya yaitu Nur, aku sangat bahagia. Karena, nebeng itu bukan patron client tetap berbagi.


Cerbung: Sejuta Cerita Nebeng (Part 1)


Kita mengurai macet, kita bersahabat
            Hari ini si tukang nebeng ingin bercerita. Cerita dari pergulatan perjalanan yang membuatnya stress berkendaraan umum. Nebeng. Sebuah kata yang mungkin menurut orang-orang sangat memalukan atau terlalu rendahan diucapkan. Namun, jika kita mencoba menelisik kembali nebeng bisa mengurai macet. Bahkan, mampu menjalin ikatan sosial yang erat bagi yang memberi tebengan.
            Sms:
            Gue udah di depan gang lo (Bram)
            Setelah melihat dan berkenalan dari awal, ternyata teman SMPku masuk di bangku perkuliahan dengan Universitas yang sama. Terlebih lagi rumah Bram sangatlah berdekatan denganku. Semester satu ini, aku memutuskan untuk menebeng dengannya. Itu pun tidak gratis. Aku juga turut membantunya sekadar uang isi bensin, atau traktir ‘burger dons’ kesukaan kita berdua.
            Sepulang kuliah, kita juga sering jalan bareng ke ‘pop ice tante’ di daerah Lubang Buaya. Itu pun atas ajakanku karena memang ingin membalas budi baik Bram yang mau memberikan tebengannya untukku serta kadang mendengarkan curhatanku.
            Terowongan UKI, di sana aku suka menggila dengan teriak untuk membuat para pengguna jalan melihat kegilaanku. Haha..
“Gila lu! Kita jadi pusat perhatian bodoh! Malu gue!”
Aku hanya tertawa lepas. Ini ku maksudkan untuk melepas penat karena tugas organisasi kita yang kebetulan sama cukup melelahkan dan membuat kita pulang selarut malam ini. Untung saja, jadwal kuliah kita cenderung sama, jadi tak ada alasan bagi Bram untuk malas menjemputku. Entahlah aku juga tidak tahu apa yang membuat Bram betah ditebengi orang macam aku yang terkadang suka lambat dan mengharuskan Bram berjemur bermenit-menit di depan gang.
“Lama banget sih lu, sampe kering nih,” kesalnya
Sorry, hehe.. namanya juga cewe kan dandan dulu,” jawabku.
“Yaelah gak jadi cakep juga,” ketusnya lagi.
“Dih, songong banget lu!” gerutuku
Ya, sampai hari ini Bram juga sering menemaniku sekedar lari sore di stadion. Aku memang tidak begitu akrab dengan teman-teman lain di sekeliling rumah. Jadi, jika ada sesuatu aku suka minta bantuan Bram. Namun, perjalanan nebeng kita cukup diakhiri di satu semester saja, karena aku memutuskan untuk menyewa kostan di dekat kampus. Itu pun dikarenakan aku ingin lebih fokus menggeluti organisasiku yang menuntut banyak waktu di sana. Di lain hal, Bram juga sedang PDKT dengan teman sekelasnya, aku terpaksa mengalah untuknya. Ya, begitulah nebengers terkadang tak selalu dengan orang yang sama untuk menjalin ikatan sosial. Namun, yang jelas kita pasti tahu adab menebeng tidak boleh memaksa ataupun dipaksakan.