Minggu, 04 Desember 2011

Bintang Terang (Binter)




Mesinnya bergerak, 
Suaranya semakin berat
Kadang asap berkumpul dan membentuk debur
Siapkan bahan bakar, agar kelak sampai tujuan
Bukan, bukan sekadar berkelana
Tapi ingin temui cinta di seberang jalan
Melaju gagah tanpa aturan
Persetan dengan polisi
Asal ku raih apa mauku
Tertawa di tengah malam
Nimati hidup dengan sebotol tuak
Biar saja badan mabuk
Ku persembahkan cinta pada bintang 
Yang terangnya mengalahkan lampu sorotan jalan
Cinta, temui aku dalam debu, 
Dalam abu
Dan dalam guratan nafsu


Sari Wijaya

Jugun Ianfu: Dahulu dan Sekarang


Bukanlah komoditas, juga bukan bisnis kepentingan, mereka sama seperti kita punya hak di tanah negeri ini.





            Mengupas sejarah bangsa ini, sama saja seperti mengupas durian memakai tangan sendiri tanpa alat. Membutuhkan waktu lama untuk membukanya, bahkan membutuhkan bantuan  dengan alat. Jugun Ianfu, sejarah yang tak pernah terungkap di buku pelajaran sekolah ataupun di kalangan pelajar. Namanya, kerap disebut tetapi dibiarkan saja sambil berlalu. 

Jugun Ianfu merupakan istilah dari pemerintahan Jepang terhadap wanita penghibur untuk menunjang hasrat biologis para tentara kekaisaran Jepang di masa Perang Asia Pasifik. Istilah asing lainnya adalah Comfort Women. Pada diskusi Jumat, tanggal 18 November 2011 di ruang sidang Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta no.212, telah diadakan diskusi dengan tema “Jugun Ianfu: Kejahatan Perang” oleh peneliti bernama Indah Hapsari Mustika.

Mungkin sangat asing mendengar kata ‘Jugun Ianfu’ dalam pandangan masyarakat awam. Dalam sejarah perjalanan bangsapun istilah tersebut jarang didengung-dengungkan. Pada kenyataannya Jugun Ianfu bukan merupakan perempuan penghibur tetapi perbudakan seksual yang brutal, terencana, serta dianggap masyarakat internasional sebagai kejahatan perang.

Mereka di bawa ke medan perang sebagai pemuas seks para tentara perang. Perbuatan tersebut bisa dilakukan berkali-kali sesuka hati tentara Jepang. Bahkan, tak segan-segan memakai jalan kekerasan untuk memaksa. Apabila ada Jugun Ianfu yang terdeteksi hamil, maka para Jugun Ianfu ini dipaksa untuk menggugurkan bayinya dengan alat yang tak layak dan dapat merusak alat vital perempuan. Hal ini dikarenakan, untuk mencegah pembalasan dendam jika anak tersebut lahir. 

Jugun Ianfu biasanya berasal dari Korea Selatan, Korea Utara, Cina, Filipina, Taiwan, Timor Leste, Malaysia, dan Indonesia. Sebagian kecil di antaranya dari Belanda dan Jepang sendiri. 

Dalam penelitian ini, Indah berhasil menemukan Jugun Ianfu Indonesia sebanyak 20 orang, dengan memverifikasi eks-HEIHO (tentara pembantu jaman Jepang) sebanyak 20.000 orang di panti jompo di Kediri, Jawa Tengah. Mereka diantaranya adalah Mardiyem, Sumirah, Emah Kastimah, Sri Sukanti dan lain-lain.

Penelitian ini bermaksud mengungkap sejarah Jugun Ianfu dan juga bertujuan membantu para korban untuk mendapatkan haknya atas hak asasinya yang telah direnggut di masa lalu. Dengan terungkapnya sejarah kelam Jugun Ianfu sebagai kejahatan perang, maka merekapun memberikan tuntutan terhadap negara Jepang sebagai negara yang bertanggung jawab atas program ini, khususnya Kaisar Hirohito yang mencetuskan pertama kali program ini. 

Berikut adalah tuntutan para korban; Pemerintah Jepang masa kini harus mengakui secara resmi dan meminta maaf bahwa perbudakan seksual dilakukan secara sengaja oleh negara Jepang selama perang Asia Pasifik 1931-1945, Para korban diberi santunan sebagai korban perang untuk kehidupan yang sudah dihancurkan oleh militer Jepang, Menuntut dimasukkannya sejarah gelap Jugun Ianfu ke dalam kurikulum sekolah di Jepang agar generasi muda Jepang mengetahui kebenaran sejarah Jepang

Namun, segala macam tuntutan tersebut pun tak dapat dipenuhi oleh Pemerintah Jepang, dan akhirnya masalah Jugun Ianfu ini dibiarkan berlarut-larut dan dikuasai oleh oknum-oknum tertentu yang memiliki kepentingan terhadap kasus tersebut, seperti NGO (Non Government Organization).

Hal ini pun diakui oleh peneliti sendiri, semenjak meneliti di luar negeri seperti Korea. Kasus Jugun Ianfu sangat gemar dibicarakan di acara televisi. Bahkan, sampai dibuatkan House of Sharing atau lebih tepatnya dikatakan Private Museum untuk para pengunjung yang ingin mendengar langsung kesaksian dari Jugun Ianfu seolah-olah para korban dipaksa untuk mengingat kembali terus menerus sejarah kelam masa hidupnya kepada beberapa pengunjung berulang kali dengan dramatis. 

Oleh karena itu, perlu bagi kita mengilhami nilai sejarah yang dapat terungkap tersebut. Mempelajari sejarah atau berhasil menemukan sejarah bukan berarti bertujuan menjualnya kembali, tetapi merefleksikan masa lampau agar kelak masa yang akan datang menjadi lebih baik.

Sari Wijaya
Pendidikan Sejarah Reguler 2009