Dear : Banyu
Aku berjalan perlahan dalam
ketidaktahuanku. Katamu hari ini kamu kecewa. Bukan hari ini, tapi kemarin.
Dasar kamu “Kepala batu”. Huh, demikian katamu. Sedang aku menahan tangisku
selepas membaca smsmu. Kata-kata yang kamu racik semanis dan sesopan mungkin di
depanku, padahal kamu hanya ingin mengatakan bahwa aku kepala batu.
Maaf,
jika aku lancang membuka kotak pandoramu. Aku tak ada maksud untuk berbuat
demikian. Kamu yang selalu tertutup dan takut dengan keberadaan “kita”. Aku
lancang atas semua. Dan, sangat wajar jika kamu kecewa.
Sejak
beberapa bulan lalu memang aku sering bermain sendiri. Kamu yang selalu kuajak
nampaknya lebih asyik melihat aku bermain sendirian. Di bawah pohon itu kamu
hanya senyum padaku dan mengatakan,” kalau ingin bermain, bermain sendiri yah,
aku tak bisa ikut main. Aku lelah dan inilah aku.” Permainan ini aku buat, aku
rancang semenarik mungkin agar kita bisa memainkannya berdua. Maksudku adalah
aku ingin menghiburmu atas rasa gundahmu. Aku tahu kamu murung hari ini,
lantaran kamu ditinggal bermain oleh teman-temanmu dalam permainan lain. Maka,
hari ini aku khusus membuat permainan untuk menghiburmu agar kita yang
sama-sama murung bisa menemukan senyum kembali atas ketertinggalan kita.
Namun, nampaknya kamu enggan bermain denganku. Kamu
menyuruhku untuk bermain sendiri bahkan menyuruhku untuk menunggu seseorang
yang hingga hari ini aku pun tak tahu untuk menemaniku bermain. Sedangkan,
tahukah kamu bahwa permainan ini ku buat hanya untuk kamu dan aku bukan mereka
atau yang lain.
Banyuku
saat engkau duduk di sana, aku memang sering lancang meninggalkan permainan
ini, hanya untuk bertanya pada temanmu di seberang sana. Aku ingin tahu
bagaimana cara meluluhkan kegundahanmu dan mengembalikan semangatmu lagi untuk
bermain. Namun, kamu malah memarahiku. Kamu bilang aku lancang dan
mengecewakan. Beberapa kali aku bertanya padamu, apa yang membuatmu gundah
tetapi kamu enggan menjawabnya. Maka, salahkah aku jika aku mencoba bertanya
pada temanmu?
Aku
memang pandai menari, aku pun pandai bernyanyi, Aku juga selalu tersenyum.
Tetapi semua itu menjadi tak berguna ketika aku hari ini tak bisa menghiburmu
dan tak bisa mengajakmu untuk kembali semangat dalam permainan ini. Banyuku
sayang, yang gandrung atas kesendirianmu. Aku minta maaf atas segala
kelancanganku. Esok hari mungkin aku tak akan muncul lagi di halaman rumahmu.
Namun, gambar permainan yang aku ukir di halaman rumahmu bisa kamu mainkan
sendiri jika kamu mau. Aku berikan permainan itu kepadamu, semoga kamu mau memainkannya
dan bersemangat kembali walaupun kelak yang kamu ajak bermain pasti bukanlah
aku.
Aku
pamit Banyu. Ketika pintu tertutup, maka aku tak akan memaksa pemiliknya
membuka, kecuali pemiliknya mempersilahkan aku masuk. Yang senantiasa
mendoakanmu. MAYA